Menakar Jenama Fashion Berkelanjutan

‘Sustainable fashion’ atau ‘fashion berkelanjutan’ kian menjadi istilah “seksi” dalam belantara bisnis fashion di Indonesia. Tidak sedikit wirausahawan fashion yang mengaku jenamanya berkelanjutan. Tetapi, tidak sedikit juga wirausahawan yang mengaku tidak, atau belum sanggup mewujudkan jenama berkelanjutan. Sementara dari sisi konsumen, tidak sedikit yang menganggap klaim “berkelanjutan” beberapa jenama Indonesia lebih sebagai “bahasa marketing” daripada sebuah komitmen yang benar-benar diterapkan. 

Dewasa ini sudah berkembang perangkat dan insitutusi yang mengeluarkan lisensi berkelanjutan. Antara lain Textile Exchange (2019)—yang menawarkan beberapa sertifikasi yang menjamin bahan yang bertanggung jawab, termasuk Organic Content Standard, Global Recycled Standard, and Responsible Wool Standard —Better Cotton Standard System, Blue Angel (der Blaue Engel), Bluesign Standard and Certification, Cradle to Cradle Certified, Global Recycled Standard, NSF Sustainability, Organic Certifications, Sustainable Material Rating Technology (SMaRT) dan banyak lagi (lihat Burns, 2019. Sustainability and Social Change in Fashion, Bloomsbury, hal.67-72).

Tulisan ini tidak bermaksud membahas keragaman pendapat di atas dan berbagai sertifikasi berkelanjutan yang ada saat ini. Saya hanya akan mengantarkan kalian, baik sebagai pemilik jenama maupun konsumen untuk mengenali perangkat dasar yang diterbitkan Common Objective (CO), yang bisa kita gunakan untuk mengenali area-area inti fashion berkelanjutan. Bagi pemilik jenama fashion, perangkat sederhana ini bisa digunakan sebagai bahan refleksi untuk tujuan evaluasi dan perencanaan ke depan, sementara bagi konsumen berguna sebagai kacamata kritis untuk menilai setiap klaim keberlanjutan yang dikemukakan jenama fashion.

Definisi dan Area Sustainability

CO, menerjemahkan keberlanjutan sebagai kesuksesan dalam tiga dimensi, yakni komersial, sosial, dan lingkungan yang tercakup dalam 9 area berikut ini:

Model Bisnis Berkelanjutan

Ini adalah area pertama yang harus kalian periksa. Bila kalian wirausahawan pemilik jenama fashion, apakah model bisnis perusahaan kalian memaksimalkan manfaat bagi orang-orang dan meminimalkan dampak terhadap lingkungan? Ingat selalu bahwa cara kalian menjalankan bisnis, menghasilkan dan menggunakan keuntungan menentukan dampak terhadap orang dan lingkungan. Sebagai contoh, model pendapatan yang bergantung pada penjualan volume tinggi dengan biaya rendah dan produk bernilai rendah, berkontribusi pada budaya konsumsi berlebihan dan pakaian sekali pakai. Hal ini akan mengarah pada dampak lingkungan negatif (penggunaan sumber daya alam yang terbatas, polusi dan limbah).

Menurut CO, model bisnis yang benar-benar berkelanjutan adalah model di mana kesuksesan komersial bisnis diselaraskan dengan peningkatan manfaat bagi manusia, dan memecahkan, bukannya meningkatkan beban lingkungan.

Untuk itu, coba periksa kembali, apakah kalian: 

  1. mengintegrasikan prinsip-prinsip sirkular ke dalam model bisnis, seperti mengurangi volume, menciptakan produk tahan lama untuk masa pakai yang panjang, mendorong dan memungkinkan perbaikan produk, daur ulang, persewaan atau penyewaan produk, dan loop tertutup? 
  2. menyumbang untuk amal secara formal dan teratur? 
  3. memungkinkan buruh dan/atau pemasok menjadi pemegang saham dalam bisnis kalian dan mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan bisnis kalian? 
  4. mengintegrasikan tujuan ini ke dalam struktur bisnis kalian?

Melindungi Lingkungan

Pertama, efisiensi energi dan air. Pertanyaan yang harus kalian jawab, bagaimana kalian mengoptimalkan sumber energi berdampak rendah atau kurang berpolusi dalam proses dan/atau produk kalian? Bagaimana kalian mencegah pencemaran air dan pemborosan dalam proses dan/atau produk kalian?

Untuk mengurangi dampak lingkungan menuntut kalian memiliki wawasan tentang sumber daya alam yang digunakan dalam produksi kalian atau dalam membuat produk yang kalian jual, baik langsung maupun tidak langsung. Itu artinya, kalian harus memiliki wawasan bagaimana mengelola sumber daya seefisien mungkin. Hal ini dapat membantu kalian membatasi dampak lingkungan, termasuk terhadap pemanasan global—selain dapat menghemat biaya secara signifikan.

Kedua, manajemen bahan kimia. Apa pendekatan kalian untuk mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya? Penting untuk diingat, sekitar 8.000 bahan kimia sintetis digunakan dalam industri fashion, tekstil, dan alas kaki. Pikirkan kembali tentang bagaimana bahan kimia digunakan dalam proses atau produk kalian. Bagaimana kalian mengelola penggunaan bahan kimia berbahaya? Periksa daftar ZDHC MRSL yang diperbarui secara berkala tentang zat terlarang untuk panduan kelayakan.

Ketiga, pengurangan polusi. Bagaimana  kalian membantu menjaga kebersihan udara dan air kita? Polusi—udara, tanah dan air—terjadi di semua tahap rantai pasokan. Contoh, 20% polusi air industri global berasal dari pewarnaan dan perawatan tekstil. Apakah kalian mengukur emisi dari proses produksi kalian atau yang terkait dengan produk kalian? Apa yang kalian lakukan untuk mengurangi itu?

Mendaur Ulang dan Limbah

Industri fashion merupakan salah satu penyumbang limbah terbesar di dunia. Apakah produk dan/atau proses produksi kalian mengurangi limbah? Pendekatan recycling/upcycling/circular apa yang kalian gunakan? Apakah kalian mendaur ulang produk bekas atau limbah agar dapat digunakan kembali (tidak dibuang)? Untuk tekstil, hal ini dapat mengakibatkan penurunan kualitas atau memerlukan Proses ulang menjadi sesuatu yang baru (misal, mengubah pakaian lama menjadi serat baru). Mendaur ulang menggunakan kembali bahan atau produk tanpa menurunkan kualitas dan komposisi bahan untuk penggunaan berikutnya (misalnya, mengubah ban sepeda menjadi perhiasan). Tidak seperti ekonomi linier (buat, gunakan, buang), pendekatan sirkular berarti produk dirancang dengan mempertimbangkan penggunaan kembali barang-barang setelah penggunaan.

Material Ramah Lingkungan

Bahan Organik. Apakah kalian menggunakan serat yang tumbuh secara organik? Ingat selalu, bahwa pestisida dan insektisida yang digunakan dalam pertanian, terutama kapas untuk industri fashion, mempengaruhi lingkungan alam kita dan petani yang menanamnya. Apakah kalian menggunakan kapas yang ditanam secara organik atau serat lainnya? Apakah kalian memiliki rencana untuk meningkatkan penggunaannya? Apakah jenama kalian menggunakan 100% bahan organik?

Jika kalian tidak menggunakan bahan organik, apakah kalian menggunakan bahan non-organik yang ramah lingkungan? Selain serat yang ditanam secara organik, terdapat peningkatan jumlah alternatif yang lebih ramah lingkungan dibandingkan serat dan bahan tekstil konvensional. Ini termasuk serat daur ulang dan alternatif (misalnya rami, jelatang), loop tertutup dan / atau kapas yang diproduksi secara berkelanjutan (BCI, CmIA), selulosa inovatif dari produk limbah dan beberapa lainnya.

Perdagangan yang Adil

Menumbuhkan dan mengembangkan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan adalah tugas seorang wirausahawan, tetapi, pernahkah kalian bertanya, apakah kalian mematuhi definisi FINE tentang Perdagangan yang Adil untuk produsen dan pekerja yang terpinggirkan?

Menurut FINE, “perdagangan yang adil adalah kemitraan perdagangan, berdasarkan dialog, transparansi, dan rasa hormat, yang mencari kesetaraan yang lebih besar dalam perdagangan internasional. Ini berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan dengan menawarkan kondisi perdagangan yang lebih baik kepada, dan mengamankan hak, produsen dan pekerja yang terpinggirkan—terutama di Selatan. Organisasi perdagangan yang adil, yang didukung oleh konsumen, terlibat secara aktif dalam mendukung produsen, meningkatkan kesadaran dan dalam mengkampanyekan perubahan dalam aturan dan praktik perdagangan internasional konvensional “.

Apakah kalian memiliki kehendak untuk: (1) bekerja dengan produsen dan pekerja yang terpinggirkan untuk membantu mereka berpindah dari posisi rentan ke keamanan dan kemandirian ekonomi; (2) memberdayakan produsen dan pekerja sebagai pemangku kepentingan di organisasi mereka sendiri; (3)secara aktif memainkan peran yang lebih luas untuk mencapai kesetaraan yang lebih besar dalam perdagangan (internasional)?

Sebagai catatan, barang atau produk bersertifikasi Fairtrade—baik Fairtrade Cotton maupun Fairtrade Textiles—dan keanggotaan WFTO mematuhi definisi FINE.

Kondisi Kerja yang Layak/Memadai

Perusahaan bisa berkembang bila didukung oleh buruh/pekerja yang baik dan diperlakukan secara baik pula. Pertanyaannya, bagaimana kalian memastikan semua pekerja dalam operasional perusahaan kalian memiliki pekerjaan yang layak dengan mematuhi standar ketenagakerjaan minimum? Pekerja formal dan informal dalam perusahaan kalian dan di pemasok kalian memiliki hak untuk bekerja dengan bermartabat dan menikmati mata pencaharian yang baik. Memastikan hal ini termasuk, namun tidak terbatas pada, menyediakan kondisi kerja yang baik sebagaimana diuraikan dalam Undang-undang Ketenagakerjaan tentang upah, jam kerja, kesehatan dan keselamatan, dan perlindungan sosial.

Silkan kalian pertimbangkan langkah-langkah apa yang selayaknya diambil untuk memenuhi standar tersebut. Misalnya, apakah tempat kerja kalian (dan/atau pemasok kalian) berserikat?

Mendukung Keterampilan Tradisional

Bila bisnis fashion kalian melibatkan para pengrajin tradisional, pertanyaannya: bagaimana kalian mempromosikan dan mendukung pengrajin tradisional dan keterampilan mereka? Keterampilan yang diwarisan secara turun-temurun, dan pekerjaan tangan menopang mata pencaharian lokal dan dapat memiliki lebih sedikit dampak sosial dan lingkungan negatif dibanding barang yang diproduksi secara massal. Pekerja informal, seringkali perempuan dengan keluarga yang harus dihidupi, juga mendapat manfaat dari kebangkitan kerajinan dan keterampilan tradisional, karena banyak dari mereka adalah pekerja rumahan.

Oleh sebab itu, pertimbangkan untuk mencari sumber dari pengrajin—banyak di antaranya sekarang berdagang langsung secara daring—untuk komponen produk atau finishing. Melakukan hal itu dapat membantu keterampilan seperti handspinning, handweaving, dan finishing untuk berkembang.

Sourcing Etis dan Manahemen Rantai Pasokan

Perusahaan jenama fashion senantiasa berhubungan dengan berbagai pemasok. Bagaimana kalian menemukan dan bekerja dengan pemasok dengan cara yang etis? Bagaimana kalian memilih pemasok dan bagaimana kalian berdagang dengan mereka adalah kunci untuk memungkinkan kondisi kerja yang layak dan untuk meminimalkan dampak negatif pada masyarakat lokal dan lingkungan. Sebagai contoh, apakah kalian mengikuti kriteria sosial dan lingkungan saat mencari dan menentukan pemasok? Coba periksa apakah praktik pembelian kalian mendukung atau merusak kriteria etika kalian.

Ramah Hewan

Terutama untuk kalian yang memproduksi jaket, sepatu, tas, dan aksesoris, apakah kalian menghindari penggunaan semua atau beberapa bahan turunan hewani? Jika kalian menggunakan produk hewani, bagaimana kalian memastikan kesejahteraan hewan? Bahan turunan hewani seperti kulit, wol, sutra, bulu, bulu halus, tulang, dan kulit eksotis telah digunakan dalam fashion selama berabad-abad. Namun beberapa bahan membawa konsekuensi pada kematian hewan, atau mungkin dipelihara dalam kondisi yang buruk. Apakah kalian memiliki pendekatan vegan tanpa produk hewani? Atau larangan material tertentu? Jika kalian menggunakan produk hewani apa yang kalian lakukan untuk memastikan peternakan yang baik, termasuk: bebas dari lapar dan haus, bebas dari ketidaknyamanan, bebas dari rasa sakit, cedera atau penyakit, bebas untuk mengekspresikan perilaku normal, dan bebas dari ketakutan dan distress.

Penutup

Nah, itu dia sembilan area yang bisa dijadikan bahan pembelajaran dan tolok ukur dasar yang dapat kita gunakan untuk menakar apakah sebuah jenama fashion melakukan praktik keberlanjutan atau tidak. Dan bagi kalian, wirausahawan fashion yang memiliki komitmen berkelanjutan, pedoman dasar di atas berguna sebagai bahan refleksi dan evaluasi dalam menyusun rencana ke depan. 

Mudah-mudahan bermanfaat. Terima kasih.

×

Hai...

Ingin tahu seputar layanan dan produk kami? Klik icon logo di bawah!

×