Transformasi Digital adalah Sosial

Kurang lebih sembilan tahun lalu (September, 2012) saya pernah membuat tulisan dengan juaul Pemasaran Toko Online: Menerapkan Teknologi Ramah Sosial untuk Majalah Ide Bisnis (Kompas Gramedia Majalah). Pesan yang ingin saya sampaikan, bahwa teknologi digital—dalam konteks ini ecommerce—adalah alat bantu untuk menjalin hubungan sosial antarmanusia secara lebih luas, lebih baik, lebih cepat, dan lebih efisien, sehingga berdampak positif pada tujuan bisnis (meraih keuntungan). Saya ingin menegaskan, bahwa teknologi digital adalah alat bantu, yang salah satunya adalah untuk memberikan pengalaman pelanggan yang optimal, entah itu untuk tujuan membangun kesadaran atas jenama, meningkatkan penjualan, meningkatkan keterlibatan konsumen, atau memperluas segmen pelanggan, dan seterusnya.

Peringatan sembilan tahun itu masih relevan untuk saat ini. Pertama, saya mencermati bahwa sebagian besar dari kita, khususnya para pelaku bisnis yang baru terpesona pada kecanggihan teknologi digital masih menganggap teknologi bisa menyelesaikan masalah dengan sendirinya. Tidak sedikit orang yang berpikir, dengan memanfaatkan fanpage Facebook atau Instagram otomatis akan membuat usaha lancar jaya melesat ke puncak dunia. Karenanya, tak heran bila webinar bertajuk “Meningkatkan Omset 10X dengan Digital Marketing” yang isi pembelajarannya cara membuat fanpage di Facebook dan membuat akun di Instagram Business mampu menarik perhatian para pelaku bisnis untuk berbondong-bondong mengikutinya.

Kedua, terutama setelah pandemi Covid-19 merebak—yang memaksa para “pengusaha analog” menggunakan saluran daring—istilah “transformasi digital” cenderung menjadi buzzword, sehingga dipahami secara sempit, bias teknis, serta lepas dari prinsip dan konteksnya. Saya ambil contoh pengalaman bu Heni (bukan nama sebenarnya) yang beberapa waktu lalu mengikuti webinar yang diselenggarakan sebuah institusi swasta bertajuk Digital Marketing, yang isinya membahas pembuatan fanpage Facebook dan toko daring di marketplace.

Setelah mengikuti webinar, bu Heni, Ibu muda pembuat sekaligus pedagang pakaian di sebuah ruko di Banjarmasin itu, dengan bangga menunjukkan kepada saya halaman toko daringnya di marketplace. “Saya sudah kekinian sekarang,” katanya melalui WhatsApp. Saya merasakan ada kegirangan di sana. Selain mengirim tautan tokonya di marketplace, dia pun meminta saya membuka fanpage-nya dengan pesan, “Di-like ya, mas.” Saya hanya membalas dengan ikon senyum—karena klik “like” saya tidak relevan untuk fanpage dia—dan mengucapkan selamat untuk menyemangatinya.

Selang beberapa minggu kemudian, bu Heni kembali mengontak saya. Kali ini dengan kegelisahan: barang yang dia pasarkan baru satu potong yang terjual. Itu pun pembelinya kenalan lama dia. Kini bu Heni mulai meragukan pendapat orang yang menyebutkan marketplace dan media sosial adalah senjata ampuh kekinian untuk meningkatkan omset.

Tak hanya ragu, dia pun mulai merasa terbebani dengan tambahan pekerjaaan yang selama ini tidak pernah dia bayangkan melakukannya: membuat foto produk dan deskripsinya. Selain tentu saja harus terus memantau halaman tokonya. Padahal, bila diurai, itu baru sebagian kecil pekerjaan mengelola sebuah toko daring. Bisa dibayangkan kepusingannya seperti apa bila bu Heni harus mengelola toko daring sendiri (stand alone)—bukan di marketplace.

Apa yang dialami dan dirasakan bu Heni sangat mungkin dialami dan dirasakan oleh banyak orang. Bahkan mungkin kalian yang tengah membaca tulisan ini.

Menyaksikan pengalaman bu Heni, kita bisa mengatakan bahwa bu Heni belum memiliki kapabilitas digital—“kemampuan seseorang untuk hidup, belajar, dan bekerja dalam masyarakat digital” (Jisc)—yang memadai. Bu Heni mungkin sudah terbiasa menggunakan ponsel pintar dan menggunakan beberapa aplikasi yang tersedia di dalamnya. Tetapi untuk tujuan bisnis yang kompetitif, tantangannya bukan hanya memiliki kemampuan menggunakan/mengoperasikan sebuah aplikasi. Jauh melampaui itu adalah prinsip yang mendasari alasan kita membutuhkan campur tangan teknologi digital dalam bisnis, yakni “keterbuhubungan” antarmanusia.

Produsen (manusia) berhubungan dengan pedagang (manusia); pedagang berhubungan dengan pembeli (manusia). Dalam konteks inilah teknologi digunakan untuk membantu menciptakan keterhubungan yang semakin luas, semakin efisien, semakin cepat, dan seterusnya, sejalan dengan tantangan jaman yang ada saat ini. Keterhubungan bersifat dinamis, karena manusia dan kebudayaannya tidak pernah berhenti di satu titik. Keinginan, harapan, preferensi, kepuasan, dan berbagai sifat yang melekat pada manusia umumnya terus berubah.

Dengan demikian, jika kalian adalah pengusaha yang menjual produk atau jasa, pahami dulu dinamika manusianya—konsumen maupun stakeholder yang terkait dengan bisnis kalian—baru setelah itu kalian putuskan platform teknologi digital yang paling sesuai untuk menopang kelangsungan dan pertumbuhan bisnis kalian. Contoh sederhananya, upaya mehamai harapan pelanggan harus diprioritas dibanding belajar teknis bagaimana mengoperasikan toko daring atau media sosial untuk bisnis.

Prinsip harus mendasari “how to”. Contoh sederhananya: satu ditambah satu sama dengan dua, sementara satu kali satu sama dengan satu. Bila kita memahami prinsipnya, maka seberapa banyak bilangan yang harus ditambahkan atau dikakalikan, kita tidak akan mengalami kesulitan untuk menghitungnya.

Lainnya, jangan percaya pada tawaran-tawaran webinar atau kursus daring maupun luring, berbayar maupun tidak, yang menganggap bisnis semudah membalik telapak tangan, seperti “Rumus Jitu Meningkatkan Penjualan 100X Melalui Instagram”, atau “Kiat Sukses Meningkatkan Follower Instagram 10.000 dalam Sebulan dengan Omset Ratusan Juta Rupiah dalam Waktu Singkat”. Jangan percaya!

Mudah-mudahan bermanfaat. Terima kasih.

Glosari

Transformasi digital — Istilah yang digunakan untuk menggambarkan pergeseran yang sedang dan telah terjadi dalam bisnis dalam hal memasukkan teknologi ke dalam semua aspek bisnis, dari pengalaman pelanggan hingga pembayaran mandiri di dalam toko.

Buzzword — Kata atau ungkapan dari bidang subjek tertentu yang telah menjadi fashionable karena banyak digunakan, terutama di televisi dan surat kabar (Cambridge DIctionary).

1 thoughts on “Transformasi Digital adalah Sosial

Comments are closed.

×

Hai...

Ingin tahu seputar layanan dan produk kami? Klik icon logo di bawah!

×